“Lalala…” Gumam Dinda
bersenandung seraya menggambar seorang gadis yang sedang duduk di depan sebuah
pohon yang besar di sebuah kertas.
Dinda adalah seorang
gadis berumur 9 tahun yang sangat suka menggambar. Rambutnya panjang sepunggung
dan berwarna coklat kemerah-mearahan. Kulitnya putih bersinar. Matanya bulat
berwarna coklat. Saking sukanya terhadap menggambar, dinding kamarnya penuh
dengan tempelan kertas yang isinya adalah gambar yang dibuat Dinda dengan
indah.
Kalian pasti akan
menganga melihat gambar yang dibuat Dinda. Karena jarang sekali anak seusia dia
yang bisa menggambar seindah gambar Dinda.
“Dinda, udahan dulu
menggambarnya. Ayo makan malam dulu,” Seru Bunda dari ruang makan.
“Iya Bun, bentar.
Tanggung nih,” Balas Dinda seraya melanjutkan gambarnya.
Beberapa menit
kemudian, Dinda menyimpan alat-alat gambarnya kedalam sebuah kotak yang berisi
alat-alat menggambar dan segera berlari menuju ruang makan.
“Ini piringnya Din,
makan secukupnya aja ya, jangan banyak-banyak. Ingat! Berhenti makan sebelum
kenyang,” Ucap Bunda seraya menyodorkan sebuah piring kaca pada Dinda.
“Makasih Bun. Iya iya…
Kalau Dinda makan kebanyakan nanti Dinda gendut dong? Hiiy… Dinda gamau
gendut!” Balas Dinda seraya menerima piring yang disodorkan Bunda.
“Ayo diambil makanan
yang kamu mau. Oh iya, mau minuman apa Din?” Tawar Bunda.
“Umm… Milkshake coklat
aja deh Bun!” Seru Dinda.
“Oke! Bunda buat dulu
ya,” Balas Bunda singkat dan bergegas menuju dapur untuk membuat milkshake
coklat pesanan Dinda.
Dinda memandangi satu
persatu makanan yang tersedia di meja. Ada sup cream, tempe, oseng kangkung,
dan tentunya nasi.
Dinda mengambil 2 buah
tempe dan mengambil secentong nasi. Dinda kemudian memakan semuanya dengan
lahap.
“Ini milkshake-nya…” Ucap
Bunda seraya menaruh segelas milkshake di samping piring Dinda.
Dinda segera meneguk
milkshake yang diberikan Bunda. Setelah makan, Dinda tidak melanjutkan
gambarnya melainkan membaca buku yang belum selesai ia baca.
Dinda membaringkan
tubuhnya di kasur dan mengambil sebuah buku cerita yang ia pinjam dari
perpustakaan sekolah.
Tak terasa langit mulai
menghitam. Petir bersahutan di luar. Hawa dingin mulai masuk ke kamar Dinda.
Dinda yang sedang asyik membaca menghentikan aktifitasnya tersebut dan segera
menarik selimut karena kedinginan lalu melanjutkan membaca.
Keesokan harinya, Dinda
berangkat menuju sekolah bersama Ayah menggunakan mobil.
Sesampainya di depan
pintu gerbang sekolah, Dinda mengecup tangan Ayah kemudian berlari menuju
kelas-nya yaitu IV-B.
Sambil menunggu bel
tanda belajar dimulai, Dinda bercakap-cakap dengan teman sebangkunya, Laras.
Laras mempunyai rambut
panjang sepunggung berwarna pirang karena Laras memang pindahan dari London.
Tak terasa bel
berbunyi. Dinda segera menyiapkan buku pelajaran pertama, yaitu Seni Budaya dan
Keterampilan. Yup! Pelajaran kesukaan Dinda.
Bu Farah, guru
pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan masuk kedalam kelas. Kemudian Bu Farah
menyimpan tasnya di kursi guru.
“Selamat pagi
anak-anak,” Sapa Bu Farah seraya tersenyum pada murid-murid yang ia cintai.
“Selamat pagi Bu
Farah,” Balas murid-murid seraya membalas senyuman Bu Farah yang manis.
Kali ini, Bu Farah
menjelaskan tentang ilustrasi. Murid-murid menyimak dengan serius. Apalagi
Dinda. Ckckck…
“Sekian pelajaran yang
Ibu sampaikan. Oh ya, Ibu punya PR untuk kalian. Buatlah sebuah gambar tentang kedamaian
dan harus di kumpulkan besok,” Salam Bu Farah seraya menuliskan PR yang akan ia
berikan pada murid-murid di papan tulis.
Hati Dinda sangat
senang karena mendapatkan PR menggambar. Dinda berjanji akan membuat sebuah
gambar dengan sebaik-baiknya.
Di rumah, Dinda sibuk
mengerjakan PR dari Bu Farah. Saat Bunda memanggilnya untuk makan, Dinda terus
mengerjakan PR-nya dan hanya mengatakan “Bentar Bun!”
Tugas selesai, Dinda meletakkan
gambarnya begitu saja di sofa ruang tamu. Dinda lalu bergegas pergi ke ruang
makan.
Di ruang makan, Dinda
segera menyapa Bunda yang sedang mencuci piring lalu mengambil secentong nasi
dan beberapa lauk.
Keesokan harinya, rumah
dipenuhi teriakan panic Dinda. Dinda mencari-cari gqambarnya disana sini tapi
tidak ketemu. Dinda memfitnah adiknya dan memaksanya memberitahu dimana letak
gambarnya.
Karena capek mencari
kesana-sini, akhirnya Dinda duduk di sofa ruang tamu. Tiba-tiba ia merasakan
sesuatu. Dinda bangun kemudian melihat gambarnya sudah penyek karena kedudukan.
Air mata Dinda jatuh. Ia merasa bersalah pada adiknya. Kemudian ia memeluk
adiknya dan meminta maaf.
Dinda janji, tidak akan
ceroboh lagi.
No comments:
Post a Comment